Hot Posts

4/footer/recent

Comments

4/comments/show

Hikayat kepenulisanku dengan bumbu hiperbola

Cerita ini dimulai dari awal mula aku ketagihan membaca, akar yang tak bisa dipisahkan dari perjalanan menulisku. Kelas 5 sd seingatku, saat aku berumur 9 menuju 10 aku diberi hadiah buku bacaan ringan yang memang khusus untuk usia anak-anak menuju remaja. Saat pertama kali membaca buku itu, mataku tak henti-hentinya menatap lembaran demi lembaran buku. Bola mataku terus bergerak dari arah kiri ke kanan, mengikuti tiap bait kalimat. Hingga aku mampu menamatkannya dengan khidmat di beberapa sudut ruangan rumah dalam kurun waktu beberapa hari. 

Isi ceritanya tentang persahabatan, sangat pas untuk anak seusiaku waktu itu. Dari situ aku belajar banyak, tentang toleransi, porsi adil, serta kasih sayang. Kemudian aku menjadi sangat yakin, kehadiran buku itu masa remajaku seperti munculnya oase di gurun pasir yang gersang. Tentunya jadi pertanda baik.

Tak puas baca sekali habis, buku itu ku baca lagi untuk kali kedua, ketiga, dan seterusnya. Aku mendadak jadi anak yang haus bacaan, tetapi tidak menemukan penawarnya. Tersebab tidak ada perpustakaan yang dapat ku jangkau di sekitarku. Hingga pada akhirnya aku dibelikan buku lagi. KKPK kalau kalian tahu. Sangat cocok dengan usiaku.

Di kesempatan selanjutnya, saat umurku bertambah, variasi bacaanku mulai upgrade. Aku juga dibelikan koleksi bacaan dari penulis yang namanya sudah sangat mentereng. Buku-buku karya Tere Liye dan Andrea Hirata tak dinyana turut menghiasi rak bukuku. Koleksi bacaanku tidak bisa dikatakan banyak, tapi cukup lumayan untuk ukuranku yang tak pernah beli sendiri. Asal kalian tahu, koleksiku hanya akan bertambah jika kakakku dengan baik hati mendermakan uangnya untuk membelikanku buku baru.

Saat itu, aku menyadari tak ada yang bisa melepas dahagaku kecuali buku, buku karya sastra khususnya ku lahap habis jika isinya sangat ku suka, karena jujur, aku tak punya minat untuk membaca buku pelajaran maupun ensiklopedia yang serius, walaupun beberapa kali kepincut buku sejarah juga.

Kegiatan ini berlanjut hingga SMP dan SMA, aku jadi pribadi yang lumayan gemar membaca, karena kalau dipanggil kutu buku rasanya kurang cocok disematkan untukku. Banyak karya sastra di masa SMA yang berhasil ku baca, semua berkat perpustakaan sekolah. Di antara buku-buku yang ku baca ada Benturan NU-PKI, Sastra Jendra Hayuningrat, Origin, Cantik Itu Luka, dan lainnya.

Aku menikmatinya, bergumul berdua dengan buku sangatlah asik. Hingga kemudian aku ingin mencoba hal baru. Menulis. Aku ingin menciptakan karyaku sendiri. Karya orisinil yang lahir dari pikiranku yang terkadang berisik.

Aku ikut lomba menulis cerpen di SMA, ya, itu percobaan pertamaku. Nahas, cerpen petualanganku kalah telak oleh cerita pernikahan Gus dan Ning. Tapi tak mengapa, sebagai pemula aku masih perlu banyak belajar dan harus pantang menyerah.

Gebrakan selanjutnya aku memutuskan untuk membuat blog di Kompasiana pada tahun 2022. Isinya kalau diingat-ingat, haduh, agak memalukan. 99,99% berisi puisi percintaan yang gagal. Mungkin bisa sedikit dipahami, karena saat itu bertepatan dengan kondisi emosi seorang remaja beranjak dewasa yang kurang stabil, hehehe. Ku putuskan untuk menghapusnya, karena seperti yang kita tahu, jejak digital itu seram sekali, Boi. Bisa malu tujuh turunan aku kalau ketahuan bikin begituan.

Selain menulis puisi gagal cinta, aku juga mulai mencoba peruntunganku dalam beberapa lomba menulis(bukan ilmiah) di berbagai platform. Contohnya Mojok. Beberapa kali Ia mengadakan lomba menulis, beberapa kali itu pula tulisanku ditolak mentah-mentah oleh pihak Mojok. Aku juga mencoba peruntungan lain, mendaftar sebagai kontributor penulis di dua platform, dua platform juga tak segan-segan menolakku. Tragis.

Muak dengan kegagalan menulis dan blog yang berisi puisi gagal cinta, tahun 2023 aku pindah haluan membuat Medium. Alasan memilih Medium sangat sepele, karena lelaki yang dulu ku suka menggunakannya(alasan yang kekanak-kanakan, bukan?). Maka, Medium lah saksi bisu bahwa aku belum move on di masa itu. Tapi, melalui Ia harusnya aku juga berterimakasih, akhirnya aku bisa bercerita dan menulis sesuatu yang sedikit bermanfaat di sana.

Di tahun 2023 aku juga mendaftar sebagai kontributor penulis di website UNY Community (UC). Komunitas yang apa adanya menerima diriku dan kekuranganku. Tak segan membantuku berproses dan tumbuh kembang dalam hal kepenulisan(alay banget, dah kayak cerita-cerita karangan CEO yang mulai dari nol). Di UC aku benar-benar belajar secara mandiri tentang bagaimana cara membuat tulisan yang sedap untuk dibaca, entah ke depannya hal ini berpengaruh pada tulisanku atau tidak.

Dengan dua platform itu, aku jadi punya alasan untuk menulis. Walaupun kadang-kadang ada titik lelah dan jenuh serta hiatus yang amat sangat lama, setidaknya, aku selalu mencari inspirasi untuk ditulis, entah itu akan menghasilkan cerpen, artikel ringan, maupun review buku. Namun, seiring berjalannya waktu, Mediumku menjadi sangat berserakan. Campur mencampur menjadi satu. Hari ini bercerita tentang pengalaman, esoknya tiba-tiba puisi kasmaran, esoknya lagi review buku.

Sebagai yang berwenang, sudah sepantasnya aku melakukan gerakan perubahan. Mengusung ide pengelompokan dan kategorisasi tulisan. Seperti yang saudara-saudara sekalian lihat, aku membuat wadah baru. Entah akan ku isi oleh apa, kalian juga akan mengetahuinya, cepat atau lambat. Semoga dengan hadirnya aku serta tulisanku di sini menjadi angin segar bagi saudara-saudara sekalian yang mencari waktu luang dengan scrolling layar gawai.

Akhir kata, menulis adalah bagian dari diriku. Melalui menulis aku menjadi hidup dan terkoneksi dengan sekitar. Meskipun belum menjadi penulis yang mentereng namanya, untuk memulai lagi sebuah perjalanan ini, tetap sah-sah saja, bukan? Salam.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hikayat kepenulisanku dengan bumbu hiperbola"

Posting Komentar